A. PENDAHULUAN
a. Pembukaan
“Barangsiapa yang berpaling dari
pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan
(yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu
menyertainya” (Q.S.
43 : 36)
Makna dari peradaban secara etimologi yakni berasal
dari kata addaba yang artinya memperbaiki atau meluruskan. Sedangkan, secara
terminologis peradaban memeiliki beberapa arti yakni istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan
yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan
akademis[1].
Namun dalam pengertian lain yakni peradaban
berarti manifestasi iman di dalam segala aspek kehidupan[2].
Dan makna peradaban ini juga dapat di perluas sebagai memanifestasikan iman
serta mengikuti pola hidup Rasulullah dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat.
Materialisme suatu cara pandang yang real
terhadap dunia alam raya yang bersifat materi atau kebendaan. Pada
dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil
interaksi material. Dan dalam hal
ini Materialisme tidak mengakui
entitas-entitas nonmaterial seperti keTuhanan,
hantu, jin, setan, dan semua hal yang tidak bisa dibuktikan secara inderawi
oleh manusia[3].
b. Latar Belakang
Ada dua
hal yang menarik dan sekaligus tragis, berkenaan dengan fenomena umat Islam di
Indonesia. Pertama, keberadaannya dalam sejarah Indonesia sebagai pelaku yang
aktif dan sangat banyak berkorban demi kemerdekaan dan masa depan Indonesia.
Kedua, di tengah keberadaannya sebagai mayoritas mutlak, umat Islam nyaris
tidak memiliki konsep dan pemikiran representative yang didasarkan pada nilai-nilai
dan ajaran Islam bagaimana mestinya mengantarkan dan mendesain Indonesia masa
depan.
B. PEMBAHASAN
a. Sudut Pandang
Peradaban
Barat modern yang kita kenal sekarang ini, jika dikaji secara cermat adalah
suatu peradaban yang menempatkan materi, suatu simplifikasi atas pandangan
Aristotelian tentang materia prima, sebagai titik tolak keyakinannya. Keyakinan
material inilah yang kemudian dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti
sumber motivasi (n-ach), verifikasi keilmuan, gaya dan standardisasi hidup
bahkan secara vulgar menuding bahwa kemiskinan (ketiadaan materi) adalah sumber
kejahatan.
Begitu
juga halnya dalam aspek gaya hidup dan penghargaan manusia yang satu atas
manusia yang lain jelas ditunjukkan seberapa besar asset yang dimilikinya.
Siapakah kamu? Pertanyaan ini, dalam “bawah sadar” orang-orang Barat modern,
berarti berapa uang yang anda miliki, luas tanah, perhiasan, kendaraan dan
hal-hal material lainnya. Semakin banyak anda memiliki itu, maka penghormatan
besar akan diberikan. Begitu juga sebaliknya, jika anda tidak memiliki hal-hal
material tersebut, maka itu berarti anda bukanlah siapa-siapa; eksistensi diri
anda dinafikan.
Ketika
orang-orang miskin meratap dan berusaha mempertahankan hak-haknya untuk hidup,
misalnya dengan cara berjualan, maka dapat kita saksikan betapa beringas dan
kejamnya “kaki tangan” pemilik modal ini dalam menghardik dan mengusir mereka.
Tentu semua itu mereka lakukan berdasarkan dari aturan yang sudah dibuat,
tetapi mengapa aturan dibuat seperti itu, itu juga merupakan kepanjangan dari
pemodal sendiri. Dalam kapitalisme tidak ada nilai-nilai kemanusiaan atau kasih
sayang, tetapi menguntungkan atau tidak, karena materi adalah ukuran yang
utama.
b. Pokok Masalah
Sifat dari
suatu peradaban besar adalah meluas atau menyebar serta lebih cenderung
bersifat terbuka (ekspansif), yakni yang menyebarkan dan mentransmisikan
ajaran-ajaran, nilai-nilai, gaya hidup dan wacana ke berbagai aspek kehidupan
dan ke seluruh umat manusia. Sifat dasar inilah yang membuat ideologi itu
berkembang pesat dan selanjutnya berkarakhter hegemonik terhadap seluruh umat
manusia yang mampu dijangkaunya. Sementara di bumi ini, ada sejumlah peradaban
yang memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda satu sama lain.
Lalu
apakah yang akan terjadi jika peradaban-peradaban itu bertemu dalam sejumlah
aspeknya? Jawaban sederhana dari fenomena pertemuan dua peradaban atau lebih
ada beberapa kemungkinan. Pertama, yakni dialogis atau suplementatif, jika
peradaban-peradaban yang bertemu tersebut tidak sempurna atau tidak bertolak
belakang secara prinsipal. Kedua, adalah konflik atau benturan, karena titik
tolaknya dari orientasi yang bertentangan.
Sebagaimana
kini telah diperingatkan (disinyalir) oleh sejumlah pihak, bahwa dalam era ini
telah terjadi potensi benturan sejumlah peradaban, yang bersumber dari ajaran
Islam, Konfusianisme, Hindu-Budha, Komunis dan Barat. Bagaimanakah benturan
peradaban itu terjadi. Untuk memahami persoalan ini ada baiknya kita mengangkat
kasus-kasus kemanusiaan, terutama berkenaan dengan moralitas, misalnya
perzinaan, hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan. Dilihat dalam perspektif
peradaban Barat, selama perbuatan itu dilakukan suka sama suka, jelas bukan
tindakan yang amoral, artinya diperbolehkan.
Dilihat
dalam perspektif peradaban Timur, seperti Hindu, Budha atau Shintoisme mungkin
dipandang sebagai tindakan amoral, tetapi tidak perlu ada pidana fisik.
Sebaliknya, kasus yang sama jika dilihat dalam perspektif Islam, jelas
merupakan pelanggaran berat dengan konsekuensi hukum rajam dan bila hal itu
dilakukan oleh orang yang sudah menikah hukumannya adalah “mati.” Sebaliknya,
qisas[4]
yang dinyatakan oleh Al-Qur’an sebagai penjamin kehidupan, dianggap sebagai
suatu yang keji oleh peradaban lain, terutama Barat. Perbedaan bahkan
pertentangan pandangan serta konsekuensi hukum dari masing-masing peradaban
itulah yang seringkali melahirkan benturan-benturan.
Serta dalam perbedaan-perbedaan tersebut yang dapat
memberikan dampak kepada masyarakat. Namun jika kita tinjau dari masyarakat
Indonesia itu sendiri yang mayoritas masyarakatnya memiliki sifat yang mudah
tepengaruh dan mudah meniru. Dengan adanya paham yang ada pada barat khususnya
paham yang mengutamakan segala sesuatu terhadap material.
Sehingga kebudayaan material dan gaya hidup kebarat-baratan cenderung
lebih cepat menjalar dan diterima oleh masyarakat. Kesalahpahaman mengartikan
“hidup modern” akan membawa kita dalam kehidupan yang tanpa moral dan hilangnya
kepribadian bangsa. Individualisme, konsumerisme berlebihan, minuman keras,
hidup bebas, obat terlarang, brutalisme, dan atheisme adalah sikap dan gaya
hidup yang harus dihindarkan akibat negative dari globalisasi.
Oleh karena itu, nilai budaya
Indonesia diharapkan tidak ada tergeser dan nilai hakikinya, yaitu nilai
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan bangsa, khususnya
perkembangan budaya. Kedatangan setiap teknologi baru harus kita terima dengan
pikiran terbuka dan penuh kewaspadaan.
Sehingga setiap arus informasi yang berkesinambungan
dari media dan kontak langsung dengan dunia luar akan mempengaruhi perubahan sosial.
Sangat banyak perubahan social yang dapat mempengaruhi Indonesia. Hal yang
berpengaruh terhadap bangsa Indonesia adalah bahaya westernisasi yang di
timbulakn akibat pengaruh dari materialism.
Dengan
adanya weternisasi dapat mengubah adab-adab, kebiasaa, atau kultur yang ada
pada pemuda-pemuda yang ada di Indonesia. Sehingga jika kita perhatikan secara
seksama saat ini kebanyakan pemuda Indonesia sudah banyak yang terpengaruh oleh
budaya-budaya westernisasi atau budaya kebarat-baratan. Selain itu juga banyak
para pejabat-pejabat Negara yang kurang mentaati ajaran-ajaran yang ada pada
agama. Kebanyakan pejabat yang ada di pemerintahan beragama islam namun
kebenyakan dari mereka juga kurang memperhatikan hukum-hukum yang ada dalam
islam itu sendiri.
Masih
banyak pejabat-pejabat yang lapar akan harta serta masih banyak pula yang masih
belum puas denga harta yang ia miliki sehingga mereka melakukan hal-hal yang
sepatutnya tidak di lakukan. Salah satunya yakni kasus korupsi yang sedang
gempar di Negara kita Indonesia ini. Apa yang dapat menyebabkan mereka
melakukan hal-hal tersebut kalu bukan karena materi semata yang mereka cari dan
kepuasan nafsu belaka.
Semua itu terjadi karena adanya budaya materialisme yang
serba menggantungkan segala sesuatu terhadap materi, dan bahkan nyaris dalam
konsep materialism tidak memliki nilai-nilai ketuhanan. Dan bahkan dalam konsep
materialisme atau kapitalisme beranggapan bahwa materi atau harta benda itu adalah
segala-galanya.
C. KESIMPULAN
Dengan adanya dan masuknya budaya materialisme ke Negara kita Indonesia ini sangat
mempengaruhi dan sangat merusak moralitas bagsa. Dengan budaya materialisme
yang menggantungkan segala sesautu terhadap benda dan materi semata sehingga
tidak lagi mempercayai nilai-nilai keTuhanan. Oleh karena itu, perlu kita
kembali kepada konsep Tuhan yakni kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits agar
kita dapat mengantisipasi dan dapat meghapuskan konsep materialisme atau
kapitalisme yang seudah menjarah pada bangsa Indonesia.
dari wahyudi:salam kenal bos,hebat juga org indonesia, karya anak bangsa bisa dilihat disini.. webmuara teknologi
BalasHapuspenulisan artikel di jasa artikel murahk